Selasa, 21 September 2010

Pertanian Di Kalimantan Tengah

Sebagai provinsi ketiga terluas di Indonesia, Kalimantan Tengah mempunyai kawasan hutan seluas 10.294.388,72 ha atau 64,04% diri total luas wilayahnya. Dengan karakteristik vegetasi penutupan lahan yang unik dan khas, hutan-hutan di provinsi ini dibagi dalam empat tipe penyebaran, masing-masing Hutan Hujan Tropika seluas 10.350.363,87 ha atau 65,51% dari total luas provinsi; Hutan Rawa Tropika seluas 2.383.683,31 ha atau 15,08% dari total luas provinsi; Hutan Rawa Gambut seluas 2.280.789,70 ha atau 14,44 % dari total luas provinsi; dan Hutan Pantai Mangrove seluas 832.573,55 ha atau 5,27%dari total luas provinsi.

Luas hutan yang mencapai 64,04% dari total luas wilayah ini bisa dipastikan sangat menguntungkan Provinsi Kalimantan Tengah. Sektor ini menyumbang penerimaan negara yang cukup besar dalam bentuk provisi sumber daya hingga sebesar Rp 132.347.418.067,50,- dan dana reboisasi sebesar Rp 316.558.344.542,59,-. Penerimaan negara tersebut berasal dari pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPK), IPK dan Izin Sah Lain-nya (ISL) serta dari hasil lelang kayu trmuan maupun kayu sitaan.

Sektor perikanan pada 2006 produksinya mencapai ± 88.893 ton, naik 8,5% dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, 82.212 ton adalah perikanan tangkap dan 6.681 ton sisanya produksi perikanan budidaya. Termasuk dalam jenis ikan hasil tangkapan di laut adalah tongkol, kembung, udang, kepiting, rajungan, kakap, sembilang, mayung, selar, tenggiri, benagin, pari, cucut, belanak, teri tembang, dan lainya. Sedangkan, hasil tangkapan perairan tawar meliputi baung, gabus, lais, sepat, gurami, biawan, toman, seluang, jelawat, patin, tapah, kelabau, udang galah, betutu, dan lain-lain. Jenis ikan hasil budidaya pada 2006 meliputi: patin, nila, toman, ikan mas, bawal air tawar, jelawat, gurame, lele, betok, udang galah, udang windu, dan bandeng.

Sektor peternakan di Kalimantan Tengah pada umumnya masih digarap secara tradisional dalam bentuk usaha kecil atau rumah tangga. Padahal, luas lahan rumput yangpotensial untuk berbisnis peternakan sapi, kerbau, kambing/domba, dan unggas tersedia luas. Namun demikian, populasi ternak selama 2004 terus nail, khususnya ternak sapi potong yang jumlahnya naik dari 55.999 ekor pada 2005 manjadi 63.375 ekor pada 2006 atau naik 13,24%. Ini semua berkat kegiatan aksi pembibitan dan Penguatan Modal Keuangan Usaha Kelompok (PMKUK) dan skim kredit ketahanan pangan.

Produksi daging juga meningkat dari 13.8925.579 kg pada 2005 menjadi 25,52%. Lenaikan yang sama terjadi pada produksi telur dari 3.851.223 kg pada 2005 menjadi 4.996.351 kg pada 2006 atau nail 29,73%.

Sumber daya alam yang tak kalah memikat di Bumi Tambun Bungai ini adalah perkebunan kelapa sawit. Sektor ini dari tahun terus memikat para investor. Pada 2006, terhampar 523.502 ha kebun sawit, dengan jumlah produksi 1.100.000 ton. Dari buah yang melimpah itu, pemerintah setempat manarik keuntungan dari hasil 813.897 ton crude palm oil (CPO) pada 2006 dan 165.000 ton PLO. Berpijak pada fenomena inilah pemerintah setempat kemudian menargetkan produksi CPO mencapai 2 juta ton pada 2009. jika produksi sawit meningkat, kebutuhan pupuk pun bisa dipastikan meningkat. Inilah bisnis sampingan yang bisa digarap selain sawit. Pada 2006 saja, perkebunan sawit di Kalimantan Tengah menyedot 161.361 ton pupuk. Bisa dibayangkan, jika produksi sawit itu ditargetkan mancapai 2 juta ton.

Secara geologis, Kalimantan Tengah terdiri atas satuan batuan beku (25%), bantuan sedimen (65%) dan batuan metamorf (10%). Ketiga satuan batuan ini membawa potensi bahan galian tambang yang beragam. Pada satuan beku ini, erdapat di bagian utara Kalimantan Tengah dan dikenal sebagai ”Borneo Gold Belt”, tersimpan potensi emas dan perak serta beberapa jenis logam dasar. Satuan sedimen terdiri atas tigacekungan besar masing-masing cekungan Balito, cekungan Melawi dan cekungan Kutai. Ketiga cekungan ini mangandung cebakan minyak dan gas bumi, batubara, logam mulia dan logam dasar sekunder.

Sejumlah investor lokal maupun luar telah melirik bisis pertambangan yang menggiurkan ini. Ini terlihat dari jumlah perizinan dan kontrak yang dibuat oleh Pemda Kalimantan Tengah, mulai dari enam Kontrak Karya (KK), 15 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), 289 Kuasa Pertambangan (KP), 60 Surat Izin Pertambangan Rakyat Daerah, 23 Surat Izin Pertambangan Rakyat (WPR) di lokasi seluas 87.537,94 ha.

Di Kalimantan Tengah kini tersedia potensi 3,5 miliar ton batubara, terdiri atas 1.6064 miliar ton dengan klasifikasi tereka, dan 684.931 juta ton dengan klasifikasi terukur. Target produksinya memang 5 juta ton per tahun, meskipun realisasinya baru mencapai 2 juta ton akibat kendala angkutan. Diperkirakan produksi 2009, akan mencapai 20 juta ton per tahun.

Selasa, 14 September 2010

Penyelamatan Lingkungan Melalui Pertanian

Revolusi hijau telah membuat Indonesia berhasil mencapai swasembada beras tahun 1984. Namun dibalik kesuksesan itu menyisakan lahan petani kecil yang semakin sempit, sawah yang kritis, serta ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida. Permasalahan dampak revolusi hijau belum selesai, namun seiring waktu muncul tahap baru dalam pertanian yaitutanaman transgenik atau Genetically Modified Organism (GMO).Saat ini orang berpaling GMO untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia yang terus meningkat. Tetapi sampai saat ini masih ada kontroversi mengenai keuntungan dan kerugian yang dapat ditimbulkan oleh organisme hasil rekayasa genetika.

Penulisan bertujuan mengkaji keuntungan dan kerugian GMO pada pertanian Indonesia terhadap lingkungan; dan memberikan sumbangan pikiran untuk menekan dampak negatif digunakannya GMO terhadap lingkungan dan usaha menyelamatkan pertanian Indonesia melalui sitem pertanian berkelanjutan. Metodologi yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka. Masalah yang dibahas didasarkan pada data serta telaah pustaka untuk menghasilkan alternatif pemecahan masalah atau gagasan/ide yang inovatif serta realistis untuk dapat diimplementasikan.

Tanaman transgenik (GMO tanaman) saat ini masih mengundang kekhawatiran bahwa tanaman ini akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Gen makhluk hidup lain yang disisipkan ke tanaman transgenik memang mungkin menyebar ke tanaman lain. Bila serbuk sari dari tanaman transgenik menyebar ke tanaman nontransgenik, baik oleh angin atau serangga, kemungkinan terjadilah penyerbukan silang. Aliran gen yang mengkontaminasi tumbuhan di sekitarnya bisa menyebabkan terjadinya genetik drift dan erosi genetik, sehingga varietas-lokal unggul yang bisa dijadikan komoditas andalan suatu daerah berubah penampilannya atau hilang.

Mengadopsi teknologi baru, manfaat harus bisa diambil dan meminimalkan kerugian. Oleh karena itu perlunya ada aturan yang tegas dalam penggunaaan teknologi tersebut. Semua pihak perlu menerapkan prinsip kehati-hatian, keterbukaan informasi, pelibatan masyarakat luas dalam penyusunan dan implementasi kebijakan.

Masyarakat harus disiapkan untuk menghadapi kehadiran GMO. Ini beralasan karena pengaruh globalisasi telah merambah ke bidang pertanian dan tidak GMO telah masuk ke Indonesia. Salah satu rekomendasi adalah sistem pertanian berkelanjutan. Pada sistem pertanian berkelanjutan, proses produksi pertanian memaksimalkan penggunaan input lokal dan mengurangi bahkan mengilangkan input eksternal terutama produk pabrik, juga memberikan ruang bagi berkembangnya pengetahuan dan inisiatif lokal. Langkah kunci dalam penggunaan input lokal adalah pemakain benih lokal. Para petani adalah penghasil benih dan penyedia benih. Kegiatan mereka menyumbang kepada upaya pelestarian, pembenihan, dan pemanfaatan spesies dan varietas yang beraneka ragam. ”Save Our Seeds” sangat cocok sebagai bahasa kampanye penyelamatan benih juga pertanian Indonesia. Dengan sistem pertanian berkelanjutan, diharapkan petani mampu menekan biaya produksi dan menghasilkan panen yang melimpah.

Pandangan Generasi Muda Terhadap Pertanian

Indonesia memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian ditinjau dari ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, tenaga kerja (melimpah), komoditas beragam, dan kekayaan hayati. Indonesia memiliki lahan luas, yang dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian berkelanjutan. Ini dimanfaatkan negara lain, seperti Malaysia, yang memperluas lahan pertaniannya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, antara lain, untuk komoditas perkebunan. Karena iklim tropis, banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia . Ditambah lagi dengan daerah bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas pertanian menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan, rempah dan obat, energi nabati, hortikultura (sayur, buah, flora), serta serat alam. Indonesia juga pernah menjadi salah satu pemasok utama dunia, antara lain, komoditas kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam, dan rempah – rempah. Sayangnya potensi itu kini tidak lagi optimal untuk dikembangkan oleh generasi muda.
Generasi muda di desa beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa dan status petani. Anak-anak petani lebih memilih bekerja di kota yang menyebabkan kosongnya  kantong-kantong pertanian potensial dan berkurangnya generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas dua, di samping masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian.
Bila kita ketahui sejak dahulu kala nenek moyang kita sudah melakukan bercocok tanam yang berkualitas tanpa bahan limbah. Mereka mempunyai pengetahuan akan pemberian pupuk yang berasal dari alam sehingga hasilnya sangat alami dan tidak merusak lingkungan habitat lain. Dan sekarang ini banyak pertanian yang menggunakan pestisida sebagai penyubur tanaman dan sehingga merugikan bagi habitat lingkungan hidup yang lain.
Dari aspek diatas sangat berkaitan akan sumber daya manusia muda pada pertanian mulai sangat berkurang diminati karena generasi muda lebih memilih berkarir diperkantoran daripada di sawah, di kebun atau di ladang. Bila diperkantoran mereka bisa penampilan rapi, bisa bersosialisasi dengan banyak orang, dan karir yang sudah menjanjikan. Bila pertanian generasi muda cenderung tidak mau ke ruang lingkup yang penuh banyak Lumpur tanah dan pengelolaan yang penuh jangka waktu dan biaya yang sangat panjang. Mungkin banyak resiko yang dialami seperti gagal panen, biaya pupuk yang tidak terjangkau,cuaca yang yang tidak mendukung dan mengalami perusakan oleh hama.
Petani hanya diberi penjelasan tentang kelebihan dan bagaimana cara aplikasinya tetapi petani tidak pernah diberi tahu bagaimana cara membuatnya sendiri atau dampak-dampak negatifnya jika saprodi itu digunakan. Jadi program ataupun proyek yang selama ini sering kita jumpai di tingkat petani sebenarnya adalah lebih ke proyek dagang saja. Ketika petani sudah mulai ketagihan (ketergantungan) maka tanpa disadari harga pun sudah membumbung tinggi.
Kita sadar bahwa bumi ini bukan untuk generasi satu saja tetapi terus menerus berkelanjutan dan kita harus menjaga lingkungan kita seperti air, tanah, dan mahluk hidup lainnya. Dan yang harus kita ingat bahwa Hak Mereka Di Masa Mendatang adalah Kewajiban Kita Saat Ini.